Pagi ke Pagiku


34 tahun yang lalu, pagiku adalah rumput hijau, titik embun di ujung kaki, gemericik air sungai kecil di tepi kuburan 100m depan rmh, sambil pandangan umi dengan milyaran kasih sayang yang tak terdefinisikan. Pagiku adalah ketulusan matahari pagi membagi sinarnya untuk kehidupan umat, seperti ketulusan aji untuk menuju kantor demi masa depan anak-anaknya.

Pagiku beberapa tahun kemudian adalah pagi yang diawali dengan konsentrasiku memandang lubang-lubang tali sepatu yang sedang ku pelototi sambil merangkai talinya, kemudian berlari kecil menuju sekolahku yang berada di samping jembatan, sembari mendengarkan nyanyian "biola ketipu" yang melantun sepanjang pinggiran jalan & sudut kota Bima.

Pagi di Desa nenekku (Calabai) adalah duduk-duduk di punggungan bukit, dibawah payung ditengah gerimis yang dingin, menunggui nenekku yang sedang memasak untuk makan siang sambil merangkai bunga-bunga yang indah, untuk disimpan nanti di ruang tamu, sambil sesekali memperbaiki "Rimpu"-nya (Cadar dr sarung khas Bima).
Pagiku besoknya adalah berjalan menyusuri pinggiran jalan kampung bersama teman-teman desa yang baru ku kenal, memandangi matahari yang kadang masih berwarna merah, sedikit rasa kesal karena terlebih dulu harus "eyel-eyelan" dengan umi yang memaksa untuk sarapan walaupun teman-teman sudah menunggu lebih dari 1/2 jam.

Di tahun selanjutnya pagiku adalah berjalan setengah berlari mengejar gerbang sekolah, mengantar sapa & seulas senyum kepada "Kusi Benhur" (Kusir Delman :Bima), atau "ina-ina" (Nenek Tua) penjual ikan yang menuju pasar Kampung Sumbawa, untuk sekedar menghargai kesetiaannya hadir di setiap pagiku, menghabiskan berjam2 pagi di depan ruang kelas yang menyimpan sejuta kenangan, atau berlarian di lapangan olahraga diselingi tawa riang.

Pagi berikutnya adalah merayu kuda Bima (motor Astrea butut) kesayanganku yang tidak akan pernah tergantikan walau beberapa kali aji menyuruhku menganti dengan yang baru (sejarah memang sgt berharga untuk ditinggalkan) yang terkadang rada rewel, karena aku harus hadir di kampus beberapa menit lebih awal dari dosen. bersendagurau dengan teman-teman yang sama setiap pagi, atau dengan Cak Man (tukang parkir depan kampus) sekedar membunuh waktu sembari menunggu dosen yang kadang seenak kentutnya mangatur schedule perkuliahan. Satu raut yang sama terlihat disana. Ketabahan & kekuatan berjuang dalam hidup.

Pagi yang sekarang adalah pagi yang letih dikejar target, pagi yang merindukan pagi-pagi yang telah terlewat, dengan tetesan embun, gemericik air sungai kecil, matahari merah & tawa riang diantara punggung-punggung bukit.
Tapi pagi yang ini menjadi pagi yang istimewa, karena semakin mendekatkanku kepadaMu. semakin dalam mensyukuri sedikit waktu yang masih Kau berikan untukku, semakin syukurku Kau masih menyisihkan senyum untukku diantara letih. semakin kuat aku melangkah menyadari betapa aku tidak sendiri.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Silahkan berkomentar, kritik, saran, caci maki juga boleh :)

INSTAGRAM FEED

@tofifoto